via National Geographic ID, 18 May 2024: This Indonesian article discusses the maritime culture of the Austronesian diaspora, dating back to 3000-1500 BCE, evolving from their migration from Taiwan to various regions, including Southeast Asia, the Pacific, and Madagascar. Utilizing sophisticated boat technology, including outriggers and crab claw sails, they established extensive trade routes and colonies. Their maritime prowess was influenced by navigation skills, cultural exchanges, and the necessity for resources, distinguishing their seafaring culture from other ancient civilizations.
Lagu “Nenek Moyangku” yang dikatakan seorang pelaut, karya Ibu Soed (Saridjah Niung), selalu mengiringi cerita tentang leluhur orang Indonesia yang maritim. Sebenarnya, tidak hanya Indonesia, hampir semua negara dengan rumpun Austronesia punya kesenian dan kebudayaan yang berhubungan dengan maritim.
Antara 3000 dan 1500 SM, penutur bahasa dan kebudayaan Austronesia meninggalkan Taiwan (Formosa). Berangsur-angsur sampai 1200 M, penutur bahasa Austronesia telah menjamah ke berbagai tempat dari Asia Tenggara, Pasifik, hingga Madagaskar.
Migrasi ke pulau-pulau ini, mendorong mereka mengenal teknologi pelayaran kapal yang sangat khas. Dalam kebudayaan Austronesia mana pun, kapal mereka memiliki cadik, haluan, dan layar tanja atau serupa layar capit kepiting.
Dalam laporan National Geographic Indonesia sebelumnya, penjelajahan Austronesia ini membawa ciri khas yang berbeda di Papua, pulau di mana penutur bahasa Austronesia dan Papua bertemu.